Di indonesia kita tidak perlu takut kehabisan tujuan wisata.
Selalu ada saja hal menarik yang bisa dilihat dan belum pernah kita
ketahui. Setidaknya begitulah pengalaman saya. Walaupun sudah beberapa
kali ke Jawa Tengah, belum sekalipun saya ke kota Pekalongan yang Cuma
sekitar sejam naik kereta dari Semarang. Maka, di bulan april lalu, kota
pantai utara Pulau Jawa ini menjadi tujuan wisata akhir pekan saya.
Kunjungan saya ke Pekalongan
bertepatan dengan perayaan ulang tahun kota ini yang ke-105.
perayaannya mencakup karnaval, pameran buku, presentasi pecha Kucha oleh
Pak Walikota tentang visi misinya, dan banyak lagi. Momen ini juga
digunakan untuk rebranding kota Pekalongan menjadi World’s City of Batik.
Dalam rangkaian perayaan, tak ketinggalan diadakan pertunjukan
videomapping kary seniman video digital Adi Panutun dan timnya dari
rumah produksi sembilan matahari, bandung. Video yang diproyeksikan ke
fasad gedung Museum Batik ini mengisahkan sejarah, perkembangan, hingga
konflik dan inovasi industri seputar batik Pekalongan. Walau disana Cuma
sebagai turis, entah kenapa saya terharu melihat antusiasme masyarakat
yang begitu tinggi terhadap perayaan ulang tahun ini.
Pekalongan di luar musim ulang tahun pun tetap menarik, terutama jika kita menyukai sejarah dan budaya, khususnya batik. Museum Batik di simpang lima Jalan Jatayu adalah tujuan utama disini. Menempati gedung kuno ala art deco,
museum ini diresmikan pada tahun 2006. di dalamnya kita bisa melihat
koleksi batik Pekalongan, selain batik dri seluruh nusantara. Mungkin
belum banyak orang tahu bahwa Sumatera, Kalimantan, dan Papua pun sudah
mulai mengembangkan kerajinan batik dengan motif khas masing-masing,
Lalu di bagian belakang gedung terdapat workshop tempat pengunjung bisa belajar membatik dengan canting tulis maupun cap.
Seorang
pemandu menemani saya berkeliling museum sambil memberi keterangan yang
padat. Misalnya, informasi bahwa ciri khas Batik Pekalongan adalah
motif dasar berupa simbol arah mata angin dan geometris, Batik Sogan
khas Solo yang berwarna coklat dari tanaman Soga, Batik pengaruh Arab
yang berupa kaligrafi dan melarang penggambaran mahluk hidup kecuali
tanpa kepala. Anda ingin membeli oleh-oleh? Tepat di sebelah pintu
masuk, terdapat toko yang menjual berbagai suvenir dari Batik seperti
syal, dompet, tatakan gelas, dan tentunya baju serta kain dengan harga
yang cukup terjangkau.
Layaknya kota dengan industri batik yang berkembang, di kota Pekalongan dan sekitarnya terdapat beberapa kampung batik, seperti Kauman, Wiradesa, dan Pesindon.
Produksi kain batik di bagian belakang rumah, sedangkan butik di
ruangan depan. Produk yang dijual bermacam-macam, dari batik cetak, cap,
dan tulis, dengan bahan kain katun, sutra, atau ATBM, juga yang berupa
pakaian jadi. Hati-hati jika tak mau memborong terlalu banyak, karena
saking beragam dan cantiknya motif-motif batik di tiap butik, bisa-bisa
kita sulit memilih.
Dua
hari penuh mengitari Kota Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan cukup
membuat saya lelah. Untung saja hotel yang saya tempati, Hotel Merlin,
menyediakan kamar yang nyaman, bersih, dan pelayanan yang ramah. Namun
yang paling membuat saya terpana adalah bahwa tiap kamar mendapat
koneksi wifi gratis. Cocok sekali untuk kita yang suka berpergian
membawa laptop dan tak bisa lepas dari email-email pekerjaan.
Minggu
sore tiba, jadwal kereta untuk kembali ke Jakarta pun semakin dekat.
Resepsionis hotel menelepon taksi yang sangat langka di jalanan
Pekalongan, untuk mengantarkan saya ke stasiun kereta. Akhir pekan
segera berakhir, namun rasanya senang sekali bisa mengenal lebih dekat
satu lagi kota di negeri ini. Hm, ke mana lagi ya minggu-minggu
berikutnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar